Thursday, January 27, 2011

Satgas Pemberantasan Mafia Hukum Overacting


Medan, Penamedia CCS - Usai Gayus dihukum 7 (tahun) penjara oleh PN JAKSEL karena terbukti melanggar beberapa pasal dalam UU Tipikor, maka Gayus Tambunan membuat testimoni yang menuduh Satgas PMH (Pemberantasan Mafia Hukum) yang mengaburkan dan mengalihkan isu. Testimoni Gayus ini menunjukkan Satgas overacting (berlebihan) dalam menjalankan tugasnya yang dapat mempengaruhi publik yang berimbas kepada dan kondisi yang dapat memanaskan situasi politik untuk melakukan penekanan kepada lawan politik.

Payung hukum keberadaan Satgas PMH hanya berdasarkan Keppres RI No. 37 Th.2009 dan kemudian mengecek mafia hukum yang berada dalam proses yang sedang dicermati Penegak Hukum (Polisi dan Jaksa), ini menunjukkan kinerja daripada Satgas PMH yang overacting (berlebihan). Sebab keberadaan Polisi sebagai Penegak Hukum berdasarkan UU No.2 Th.2002 dan Kejaksaan berdasarkan UU No.16 Th. 2004, sedangkan Satgas PMH payung hukumnya adalah Keppres No.37 Th.2009.

Jika
diperhatikan Tata Urutan Peraturan Perundang undangan berdasarkan TAP MPR-RI No.III/MPR/2000, dengan urutan sebagaiberikut, I. UUD 1945, II. TAP MPR, III. UU, IV. PERPPU, V. Peraturan Pemerintah (PP), VI. Keputusan Presiden (Keppres), VII. Peraturan Daerah (PERDA). Dengan demikian keberadaan Lembaga Kepolisian dan Kejaksaan berdasarkan UU pada posisi urutan ketiga. sedangkan Satgas PMH berada pada urutan keenam, maka dengan demikian Presiden RI tidak menghormati azas rechtstaat (Negara Hukum) yang harus tunduk terhadap konstitusi termasuk TAP MPR yang mengatakan setiap aturan hukum yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan aturan hukum yang lebih tinggi.

Dengan memperhatikan TAP MPR No.III/MPR/2000, maka Presiden tidak etis membentuk Satgas PMH dengan dengan Keppres kemudian bekerja secara nasional mengambil alih tugas dan kewenangan Polisi dan Jaksa melakukan terobosan overacting seperti super body melakukan penyidikan di semua sektor di Indonesia. Berarti Keppres No. 37 Th.2009 dinilai sangat bertentangan dengan konstitusi. Sebab dalam konstitusi sudah diatur pemberlakuan satu wewenang yang bersifat nasional dalam penegakan hukum dan harus mempunyai landasan dengan hukum positif (UU) yang dibuat oleh Presiden bersama dengan DPR-RI sesuai dengan Ps 20 ayat 2 UUD 1945. Sebab dalam UU tentang Kepolisian yaitu UU No.2 Tahun 2002, yang mana dalam Ps14 (1) huruf g dapat melakukan penyidikan terhadap semua tindakan pidana dan UU No.16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan, dimana dalam ps.30 (1) huruf d, Kejaksaan melakukan penyidikan terhadap tindakan pidana. Dari kedua Penegak Hukum tersebut UU telah memerintah kepada Kepolisian dan Kejaksaan agar melakukan penyidikan untuk semua tindak pidana yang ada di Indonesia.

Oleh karena Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR sebagaimana diatur dalam Ps.11 UU No.2 Th.2002 dan Jaksa Agung diangkat diberhentikan oleh Presiden sesuai dengan Ps.19 UU No. 16 Th.2004. Berdasarkann kedua UU tersebut, maka seharusnya Presiden memerintahkan Kepada Kapolri dan Jaksa Agung dalam penegakan hukum di Indonesia termasuk kasus Gayus diberi ultimatum selama 2 (dua) minggu sudah dapat melakukan pemecatan secara tidak hormat untuk semua oknum Kepolisian dan Kejaksaan yang ikut berperan dalam kasus Gayus melakukan mafia hukum.

Melaksanakan
tugas yang diberikan oleh Satgas PMH seolah olah mengambil alih atau mengalihkan kasus yang mempunyai muatan politis, maka wajar Presiden RI membekukan Satgas PMH. Kemudian Presiden RI wajar membuat tugas 100 (seratus) hari kerja kepada Kapolri dan Jaksa Agung harus dapat melakukan penyidikan kasus korupsi di Indonesia secara objektif dan adil bukan tebang pilih. 007

0 comments:

Post a Comment